Minggu, 10 Mei 2015

Expressions

wilujeng weungi baraya sadayana

kali ini kami akan berbagi mengenai expressions. semoga bermanfaat.
#tugas saya dulu.

Name: Cucu Nuraida
Class: 2A
SPEAKING III



  1. Greeting expressions
    examples
    • Hi/ Hello.Good morning/ afternoon,
    • How are you doing?
    • How do you do?
    • Good day, Sir/Madam! 
    • How is everything?
    • How’s everything going?
    • How have you been keeping?
    • I trust that everything is well.
    • Good morning (until about lunch time, or before 12 a.m)
    • Good evening
    •  How ‘s life?
    • How’s it going?

    1. Opening expressions
      examples
      • What I'd like to do is to discuss .
      • What I intend to do is to explain . 
      • In my talk today, .
      • My topic today is .
      •  Today, I'm going to talk about .
      •  I'm going to talk to you about .
      •  My colleagues and I are going to give a short presentation on .
      • Today I want to consider .
      • In this talk, I would like to concentrate on .
      •  The subject of this talk is .
      •  The purpose of this talk is to .
      •  This talk is designed to .
      •  I'd like to start by...
      •  Let's begin by...
      •  First of all, I'll...
      •  Starting with...
      • I'll begin by..
    2. Delivering expressions
      example:
      •  I will to talk about
      •  At this time I want to tell you about
      • I would like to
    3. Content expressions
      example:
      • Firstly To start with,
      • First of all,
      • Secondly
      • Next
      • Then
      • Thirdly
      • Lastly
      •  Finally
    4. Inviting questionsExample:
      •  Any question?
      • Is there a question you want delivered?
      • Is there anything like asking?
      •  Is there any questions to ask?
      • I invite you to!
      • That covers the main points. If you have any comments or questions, I'll be happy to hear them. 
      • So that explains my main point. Does anyone have any comments or questions?
      • I'd be glad to try and answer any questions
      • By the way, I’m happy to take questions at any point during my presentation.
      • Please feel free to interrupt me at any time.
      • I’d appreciate it if you could leave questions until the end.
      • There will be time at the end for questions.
    5. Handing questionsExample:
      • We'll be examining this point in more detail later on...
      •  I'd like to deal with this question later, if I may...
      • I'll come back to this question later in my talk...
      • Perhaps you'd like to raise this point at the end...
      • I won't comment on this now...
    6. ConcludingExample:
      •  in conclusion,
      • Therefore,
      • To summarize,
      • Well, I've told you about...That's all
      • I have to say about...
      • We've looked at...
      • So much for...
      • So .
      • We've seen that .
      •  First we looked at . and we saw that .
      • Then we considered . and I argued .
      •  In short .
      •  In brief, we have looked at ...
      • To sum up 
      •  In conclusion, I'd like to emphasis that .
      •  I think that covers most of the point.
      • That completes my presentation.
      • Thank you for your attention.
      8. Closing
      example:
      • Thank you all very much for attending this presentation here today.
      • Many thanks for listening.
      • I’d like to thank you for taking the time to come here today.

    Hakikat Proses Belajar Mengajar

    wilujeng weungi baraya sadayana.
    saya dulu ketika di bangku kuliah ada mata kuliah Belajar Pembelajaran. bagi yang membutuhkan silahkan di baca barang kali bermanfaat....

    Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara profesional.
    Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan pelaku aktif, yaitu guru dan siswa. Guru sebagai merupakan pencipta kondisi belajr siswa di desain secara sengaja, sistematis dan berkesinambungan. Sedangkan anak sebagai subyek pembelajaran merupakan pihak yang menikmati kondisi yang diciptakan guru.
    Perpaduan dari kedua unsur manusiawi ini melahirkan interaksi edukatif dengan memanfaatkan bahan ajar sebagai mediumnya. Pada kegiatan belajar mengajar, keduanya (guru-murid) saling mempengaruhi dan memberi masukan. Karena itulah kegiatan belajar mengajar harus merupakan aktivutas yang hidup, sarat nilai dan senantiasa memiliki tujuan.
    Rumusan belajar mengajar tradisional selalu menempatkan anak didik sebagai obyek pembelajaran dan guru sebagai subyeknya. Rumusan seperti ini membawa konsekuensi terhadap kurang bermaknanya kedudukan anak dalam proses pembelajaran, sedangkan guru menjadi faktor yang sangat dominan dalam keseluruhan proses belajar mengajar.
    Pendekatan baru melihat bahwa kegiatan belajar mengajar merupakan milik guru dan murid dalam kedudukan belajar mengajar merupakan milik guru dan murid dalam kedudukan yang setara, namun dari segi fungsi berbeda. Anka merupakan subyek pembelajaran dan menjadi inti dari setiap kegiatan pendidikan. Proses pengajaran yang mengesampingkan martabat anak bukanlah proses pendidikan yang benar. Bahkan merupakan kekeliruan yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Karena itulah, inti proses pengajaran tidak lain adalah kegiatan belajar abak didik dalam mencapai suatu tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran tentu saja akan dapt tercapai jika anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak didik disini tidak dituntut dari segi fisik anak yang aktif, tetapi juga dari segi kejiwaan. Apabila hanya fisik anak yang aktif, tetapi pikiran dan mentalnya yang kurang aktif, maka kemungkinan besar pembelajaran tidak tercapai. Ini sama hanya dengan anak didik tidak belajar, karena anak didik tidak merasakan perubahan didalam dirinya.
    Kegiatan mengajar bagi seorang guru membutuhkan hadirnya sejumlah anak didik. Hal ini berbeda dengan belajar yang tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seoraang di luar dari keterlibatan dari guru. Belajar di rumah cenderung menyendiri dan tidak terlalu banyak mengaharapkan bantuan dari orang lain. Apalagi aktivitas belajar itu berkenaan denagn kegiatan membaca buku tertentu.
    Mengajar merupakan kegiatan dimana keterlibatan individu anak didik mutlak adanya. Apabila tidak ada anak didik atau obyek didik, siapa yang diajar. Hal ini perlu disadari guru agar tidak terjadi kesalahan tafsir terhadap kegiatan pengajaran. Karena itu, belajar dan mengajar merupakan istilah yang sudah baku dan menyatu dalam konsep pengajaran atau pendidikan.
    Biasanya permasalahan yang guru hadapi ketika berhadapan dengan sejumlah anak didik adalah masalah pengelolaan kelas. Apa, siapa, bagaiman, kapan dan dimana adalah serentetan pertanyaan yang perlu dijawab dalam hubungannya dengan masalah pengelolaan kelas. Peranan guru itu paling tidak berusaha mengatur suasana kelas yang kondusif bagi kegairahan dan kesenangan belajar anak didik. Jadi, masalah pengaturan kelas selalu terkait dengan kegiatan guru. Semua kegiatan guru. Semua kegiatan guru tidak lain demi kepentingan anak didik dan demi keberhasilan belajar itu sendiri.
    Sama halnya dengan belajar, mengajar pada hakikatnya adalah suatu proses, yaitu proses mengatur, mengoraganisasi lingkungan yang ada di sekitar anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong  anak didik, sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong anak didik melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya adalah proses memberikan bingbingan dan bantuan kepada anak didik dalam melakukan proses belajar (Nana Sudjana, 1991).
    Berdasarkan uaraian diatas, dapat ditarik pemahaman bahwa proses proses belajar mengajar merupakan serangkaian aktivitas yang disepakati dan dilakukan guru-murid untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal.

    Kamis, 07 Mei 2015

    Simkuring dina Danget ieu

    Assalamualaikum
    Jempling na peuting ayeuna, anu kadangu ngan saukur sora jam tembok anu tek tek kan. ieu peuting simkuring sesah kulem, duka meureun pedah nuju udur duka pedah beurang tadi simkuring kulem. 
    sora patuangan jeung sora jam peuting ayeuna asa bade silih serang paheula-heula nembongkeun sorana. dirasa makin karasa, derr kokoreh ka dapur ngan aya sangu, rencangna mah aratah keneh, ninggal mie, aduh meuni kabita ngan hanjakal da saukur kabita teu tiasa di tuang da ulah waka tuang nu kitu ceuk dokter.
    da abdi mah naon atuh? nurut we ka dokter da rumasa ikhtiar simkuring hoyong jagjag teh da ka dokter, papatah dokter nya kusimkuring di dangu we. sanajan gusti Allah anu bakal nyageurkeun, mung urang anu janten umat Na kedah ikhtiar.

    weungi ieu simkuring ku teu puguh tujuan, da soca di peureum keun teu reup wae, anu aya hoyong muka we, ku teu puguh gawean anu aya ngan muka hp, di pikir-pikir muka hp teh asa "bad mood" ceuk basa deungeun na mah, ahh tungtungna mah muka laptop we, bari anggeur anu di buka teh ngan sakur facebook. sasakali muka anu lian dugi ka muka blog nyarira.
    bari jeung teu puguh tujuan simkuring nulis we di ieu blog. anu ngaos ieu meureun hoyong nyabak tarang abdi "naha panas teu?" (bari heureuy di samikeun jeung panasna bujur). teunang da simabdi masih dina kaayaan waras sanajan ayeuna keur linglung da kor tunduh tapi teu daek reup wae.
    tungtung na mah janten babagi carita kieu...

    leuheung ayeuna mah simkuring teh ngan sakur teu pararuguh ngan kusabab teu bisa reup. ti poe ahad simkuring ngaraos aneh, aneh kunaon coba???
    simkuring aneh ku patuangan sorangan, bari jeung ngaca utak itek dina kaca, naha ieu patuangan teh asa ageung? nembal deui sorangan, ahh meureun pedah atos tuang seueur. nembal deui, ahh enya meureun. saentos utak itek dandan, sareng ngobrol nyarira dina kaca teleyeng we langsung ka Bandung, bari jeung jajap heula raka ka Sawit, bari alo nu hiji deui di candak ku abdi ka Bandung. bari jeung sumangeut simkuring mangkat, ai di jalan teh pun alo teh "ibi, umi mah rieut hoyong utah", abdi teh geuwat we kasisi, nya nyaan we budak teh pias, cigana na mah gara-gara kanginan sareng helmna ageung teuing, budak teh nyuhunkeun ngalih we kapengker. teleyeung deui we simkuring teh, ai pas dugi Soekarnoe Hatta budak teh asa bade ngajengkang, di tilik weh, ai sighoreng teh nunutan. nya atuh budak teh teu weleh di gebah we ku simkuring teh. teu lami simkuring teh ngaraos nyeuri pisan patuangan teh, asa sesek nafas. na jero hate nanya sorangan, naha kunaon ieu teh? nya rieut, nya seueul, nya eungap. teu lila ti sagala karasa eta simkuring nyisi, ngadon utah-utahan. pun alo hariwang. (nya meureun kumaha ai ibi na ngadon utah-utahan mah).
    teu lami tidinya simkuring teh neleyeung deui we maju, dugi weh di Buah Batu, alhamdulillah nepi oge.
    bari pararias datang teh, langsung di pesenkeun tuangeun. simkuring sareng anu lianna pesen mie nganggo sambel. dina pikiran teh, susuganan we cageur ieu rieut, da biasana tuang anu lada mah osok seuger. enya we nyaan rada seger, ai eungap sareng nyeri patuangan mah teu di raos. da tujuan ka Bandung teh hoyong ninggal NNM di Telkom, simkuring sareng nulian na teh langsung ka Telkom ninggal kagiatan NNM, bari mawa budak hiji. ciga we keluarga berencana da leumpang tiluan bari jeung nuntun budak. pas nepi di Telkom, euleuh ning rame, budak teh ngan tataros we, ibi ieu teh naon? ibi aya naruto ning, naha ning bi? ibi naha acukna araraneh naon eta teh bi gaya na? bari jeung cape ngajawab da muruluk naros na teh. meureun aneh nya budak teh dandanan na ciga anime, kartun anu osok di lalajoan ku manehna.dasar budak nya, teu saukur loba tatanya, budak ge beuki jajanna. untung we teu kungsi lila hujan turun. simkuring teh kajero we lalajo anu doubing anime, budak teh reup na lahunan bari jeung ngacai dina lahunan.

    simkuring didinya nepi ka sore, langsung mulang we. da karunya pun alo lapar, masak we di kosan. masak teh ngan mie deui we da anu di peser di NNM teh aya ramen instan da ai kedah di pasak didinya mah ngantri. eta patuangan masih teu di rasa. peutingna datang deui ka NNM dugi ka tabuh 8. langsung we tidinya mah mulang ka kosan di Cimahi, beurangna simkuring ka Purwakarta mulangkeun pun alo ka bumi, teras simkuring teh angkat deui ka Cimahi da bade ka dinas Pendidikan. ai nepi teh, boro-boro bisa kamana-mana nu aya kalakah namru. patuangan anu teu di rasa teh ning kalakah makin jadi. meunang 3 poe tah kuring ngadon namru di kosan, poe rebo sore simkuring di pariksa ka klinik pas nepi dokterna teh teu aya, di layanan ku apoteker, ceuk apoteker teh teu meunang waka momotoran, kudu istirahat total, asam lambung naek jeung sajabana, di pasihan weh landongna. 2 jenis tapi hargana lumayan, anu mayar na teh Bagus. hatur nuhun aa.
    teleyeng deui simkuring teh maksakeun mulang ka PWK, di jalan bari jeung eureun-eureunan da utah-utahan wae, pas di Depok simkuring geuwat we ka dr, ka dr teh di sangka asma, naon pa abdi mah teu bengek ceuk abdi teh pas di parios ku anjeuna, enya teh sanes asma tapi asam lambung naek. simkuring teh nembongkeun obat anu ti apotek tea, ai obat anu ieu kumaha sae atanapi henteu di konsumsi? tembalna sae, mung aya anu kirang nyaeta obat demam na, ai nu hiji deui hilap duka naon namina. 
    poe kemis tadi simkuring teh ngarasa garenah, ahh maksakeun we ka sakola da teu puguh izin poe kamari. pas di sakola datang-datang teh ngadon murel utah deui, meunang 2 kali utah disakola. ahh kuatkeun we nepi ka engke, ai di rasa teh makin teu kuat, ahirna jam 10 ijin mulang,
    nepi ka kiwari ieu awak asa teu garenah kieu.
    cik baraya, pidoana.

    wa salam :)

    Selasa, 05 Mei 2015

    Kasedih dina Hate

    kiwari kuring teh atos di semester 8, sabari PPL oge ngajukeun judul skripsi. bari jeung sumanget ieu hate hayang miluan gelombang hiji. sababaraha bulan katukang simkuring mah geus nyiapkeun bahan skripsi teh naon hungkul, jadi pas aya bewara yen kedah ngumpulkeun judul, gewat we mangkat ka kampus bari mikeun judul teu kungsi lila judul teh di acc alhamdulillah da ngadangu kabar yen judul teh seueur anu teu di acc. simkuring kuat ka bingah da judul simkuring mah di acc.
    reugreug maeusan ieu hate, teu lila aya deui informasi yen kudu ngumpulkeun proposal, transkrif nilai, jeung artos 750rb. derr ruas ngadangu 750rb, simkuring kudu neangan kamana ieu duit ameh aya buru-buru, bari jeung teu wasa nyarita ka kolot, ahhh pok we ngomong ka pun biang "Ma, yen proposal teh kedah di kumpulkeun mung kedah aya artos 750rb, Ema gaduh teu artos sakitu?" bari jeung bingung kolot ge, ninggalna ge karunya. gewat we kaditu kadieu. dina dompet teh aya 600rb kari neangan 150rb deui,ti Bandung balik ka Cimahi, teras ka Purwakarta, pas poe akhirna pas tanggal 4 mei 2015 simkuring mulang ka Purwakarta pok we ngomong deui ka kolot yen butuhna 150rb, bari bingung eta nu jadi kolot kudu kotatang koteteng kamana deui. nepi ka simkuring nampi artos 150rb. kuatkeun ka bingahna ieu nampi artos. teleyeng deui we nganter alo heula ka Sawit, teleyeng buru-buru ka Cimahi bari jeung hujan, teu mikirkeun sagala rupa langsung we ka bagean administrasi. ka Pa Eljas, ku Pa Eljas di taros "Cucu, NPM na sabaraha?" ku abdi di sebatkeun, teras abdi nyeletuk "Pa, abdi bade mayar bimbingan skripsi", tembal Pa Eljas "moal tiasa Cu, da Cucu gaduh sametan semester 8". ieu hate leuleus, simkuring teh gaduh keneh sametan. simkuring naros "aya kebijakan teu pa, tempo waktos ka mayar sametan, anu ieu mayar heula bimbingan", keukeuh bapa teh teu tiasa tembalna, anu kanggo bimbingan bayarkeun we heula kanu sametan atuh Cu. bari jeung teu tiasa nolak jeung sora anu leleus "muhun atuh pa, cobi tiasa pa aya tenggang waktos margi abdi alim kedah mayar deui semester anu payun". tembalna "teu tiasa". nya lapang dada we atos kitu mah, bari jeung sedih. datang ka kosan teh bari jeung sedih masihan kabar ka rerencangan yen abdi teu tiasa gelombang hiji da gaduh keneh sametan semester 8. bari jeung mikir ieu kudu neangan dimana ameh kenging artos sakitu. bismillah....

    SISINDIRAN: RARAKITAN, PAPARIKAN, WAWANGSALAN

    I. SISINDIRAN
    Sisindiran berasal dari kata sindir, artinya berkata secara tidak langsung atau tidak terus terang. Sisindiran adalah bentuk puisi semacam pantun di dalam sastra Melayu. Sisindiran tumbuh dan berkembang pada masyarakat bahasa Sunda umumnya. Sisindiran berasal dari kata sindir ‘sindir, menyindir’, artinya berkata secara tidak langsung atau tidak terus-terang. Sisindiran ialah suatu bentuk puisi sastra tradisional Sunda yang mempunyai sampiran dan isi. Sisindiran ini merupakan karya sastra Sunda asli yang sudah ada sejak dulu, jauh sebelum islam dating (Haji Hasan Mustapa, 1913).
    Sisindiran ini lahir sebelum tahun 1600 M. bersama cerita pantun, dongeng, jangjawokan ‘mantra’. (Yus Rusyana, 1969: 11). Sisindiran adalah bentuk puisi tradisional Sunda yang sebentuk dengan pantun dalam sastra Melayu; umumnya terdiri atas empat larik, tapi bisa kurang atau lebih, hanya selalu berlarik genap, karena terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlah lariknya. Bagian pertama disebut cangkang (kulit=sampiran) dan bagian kedua disebut eusi (isi).
    Sisindiran dibagi atas tiga jenis, yaitu wawangsalan, rarakitan, paparikan. Di dalam tiga jenis tersebut jika dilihat dari sifatna ‘keperluannya/tujuan’, memiliki pula tiga keperluan/tujuan pula yakni: silih asih ‘kasih sayang’, piwuruk ‘pepatah’, sésébréd ‘humor’.
    Menurut Salmun dalam Kandaga Kesusastraan Sunda (1963: 55)
    Kecap sisindiran ari asalna mah tina kecap sindir, anu maksudna sisi. Ngomong ku sindir maksudna ngomong anu nyisi, henteu poksang ceplak Pahang, pikeun ngaragangan anu dibawa nyarita, supaya omongan urang karasana henteu nyentug atawa ngagasruk kana haténa.
    Sanajan sindir jeung sisindiran téa ceuk hartining kecap mah béda-béda hartina jeung larapna, tapi ari pokona mah tetep sarua, nya éta ngedalkeun maksud henteu saceplakna, tapi dibulen ku kecap-kecap séjén anu ngandung karasmén, dipalar pikaresepeun. Lamun diibaratkeun kana bubuahan téa mah, aya cangkang jeung eusina. Bisana kaarah eusina teh kudu bisa mesék cangkangna.
    ‘Kata sisindiran berasal dari kata sindir, yang artinya sisi. Berbicara dengan menggunakan sindir artinya berbicara tidak langsung apa adanya, hal ini dimaksudkan untuk menghormati yang diajak berbicara, agar ucapan kita tidak menyinggung perasaan pendengar.
    Meskipun sindir dan sisindiran berbeda arti dan penggunaannya, tetapi pada dasarnya tetap sama, yaitu menyampaikan maksud atau tuturan secara tidak langsung apa adanya, tetapi disampaikan dengan ungkapan yang lebih baik, agar enak didengar. Jika diibaratkan dengan buah, ada cangkang dan isi. Untuk mendapatkan isinya, harus dapat mengupas cangkangnya.
    Lebih lanjut Salmun (1963: 57) menjelaskan:
    Tegesna: sisindiran téh diréka atawa dianggitna mah bisa jadi mangrupa wawangsalan, bisa jadi mangrupa rarakitan, bisa jadi mangrupa paparikan. Ari sifatna, anu mana-mana ogé bisa jadi silih asih, bisa jadi piwuruk, bisa jadi sésébréd.
    ‘Lebih jelas: sisindiran dapat dibentuk berupa wawangsalan, berupa rarakitan, dan berupa paparikan. Keperluannya/ tujuannya, masing-masing dapat digunakan untuk silih asih berkasih sayang, piwuruk pepatah, dan sésébréd humor.
    Menurut Wibisana (2000: 431), istilah sisindiran sudah ada sejak abad ke-16. Naskah kuno Sanghyang Siksa Kandang Karesian memberi informasi tentang hal itu, akan tetapi diawali dengan kata kawih, jadi kawih sisindiran. Ini mungkin nama lagu, bukan nama bentuk sastra.
    Lebih lanjut Wibisana (2000: 431) menjelaskan, sisindiran dalam sastra Sunda sama dengan pantun dalam sastra Melayu atau Indonesia. Seperti halnya pantun, sisindiran pun terdiri atas dua bagian, yakni cangkang ‘sampiran’ dan eusi ‘isi’. Juga mengenai jumlah lariknya, walau umumnya empat larik, tak sedikit pula yang lebih dari itu dalam jumlah yang genap.
    Menurut Ekadjati (2000: 598), sisindiran adalah bentuk puisi tradisionil Sunda yang sebentuk dengan pantun dalam sastra Melayu; umumnya terdiri atas empat larik, tapi bisa kurang atau lebih, hanya selalu berlarik genap, karena terbagi menjadi dua bagian yang sama jumlah lariknya. Bagian pertama disebut cangkang (kulit=sampiran) dan bagian kedua disebut eusi (isi).
    Lebih lanjut Ekadjati (2000: 598) menjelaskan: Karena sisindiran itu seperti juga bentuk sastra yang lain menjadi milik bersama, maka tak perlu mengucapkan cangkang dan eusi sebuah sisindiran, karena yang diajak bicara akan mafhum.
    Dan menurut Gunardi dalam Inferensi Dan Referensi Wawangsalan Bahasa Sunda (2011: 19)
    “Sisindiran adalah salah satu hasil rekayasa bahasa Sunda di dalam karya sastra Sunda, yang di dalam bentuknya terdapat cangkang (sampiran) dan eusi (isi), untuk menyampaikan maksud secara tidak langsung, agar tidak menyinggung perasaan pendengar (yang diajak bicara). Sisindiran dibagi atas, paparikan, rarakitan, dan wawangsalan.”
    II. MACAM-MACAM SISINDIRAN
    1. Rarakitan
    Rarakitan adalah salah satu bentuk sisindiran yang dibentuk oleh cangkang (sampiran) dan eusi (isi). Hubungan antara cangkang dan isi harus satu suara serta sama purwakanti dalam setiap akhirannya.
    Rarakitan merupakan sisindiran yang terdiri dari sampiran dan isi dengan jumlah yang sama banyak dalam sebaitnya. Kata rarakitan sendiri mengandung arti seperti rakit atau berpasangan (sarakit = sepasang). Disebut rarakitan karena kata pada awal baris bagian sampiran diulangi atau dipergunakan lagi pada awal baris bagian isi
    Rarakitan di dalam sisindiran adalah kawih ‘lagu’ yang sampiran dan isinya memiliki kesamaan pada awal lariknya.
    Contoh Rarakitan:
    · Silih asih
    Mihapé sisir jeung minyak,
    Kadé kaanloman leungeun,
    Mihapé pikir jeung niat,
    Kadé kaangsonan dengeun.
    Daék sotéh ka Cikonéng,
    Ka Cisitu mah teu purun.
    Daék sotéh ka Nyi Onéng,
    Ka nu itu mah teu purun.
    Sapanjang jalan Soréang,
    Moal weléh diaspalan.
    Sapanjang tacan kasorang,
    Moal weléh diakalan.
    Hayang teuing buah hiris,
    Teu bisa ngasakanana.
    Hayang teuing ka nu geulis,
    Teu bisa ngakalanana.
    · Piwuruk
    Lamun dayang dahar noga,
    Kudu daék nya meulina.
    Lamun haying asup sorga,
    Kudu getol nya sholatna.
    Lamun urang ka Cikolé,
    Moal hésé tumpak kahar.
    Lamun urang boga gawé,
    Moal hésé barang dahar.
    Sing getol nginum jajamu,
    Nu guna nguatkeun urat,
    Sing getol néangan élmu,
    Nu guna dunya ahérat.
    Ti batan mawa pedang,
    Mending gé mawa ragaji.
    Ti batan ulin bagadang,
    Mending gé diajar ngaji.
    · Sésébréd
    Aya budak mawa casan,
    Ngan hanjakal teu dibeli.
    Aya budak gelis pisan,
    Ngan hanjakal tara mandi.
    Majar manéh cengkéh konéng,
    Kulit peuteuy dina nyiru.
    Majar manéh lengkéh konéng,
    Kulit beuteung mani nambru.
    Rarasaan ngala mayang,
    Teu nyaho cangkeuteuk leuweung.
    Rarasaan konéng umyang,
    Teu nyaho cakeutreuk hideung.
    Aya listrik di masigit,
    Hanjakal moncor ka kolong.
    Aya istri jangkung alit,
    Hanjakal tonggongna bolong.
    2. Paparikan
    Paparikan adalah salah satu jenis dari puisi Sunda yang disebut sisindiran yaitu suatu puisi yang dibangun oleh cangkang yang tidak mengandung arti, yang diikuti oleh isi yaitu arti sesungguhnya. Hubungan antara "cangkang" dan arti sesungguhnya ditunjukkan dengan hubungan struktural suara dan pola. Jika pola suara dari cangkang dan isi sejajar maka sisindiran ini disebut paparikan.
    Paparikan, berasal dari kata parik yang bentuk dasarnya adalah parék ‘dekat’. Jadi, paparikan atau paparékan ‘dekat-dekat’, yaitu suara atau vokalisasi dari sampiran dan isinya mirip. Paparikan disini adalah sisindiran yang hanya berdekatan bunyinya antara sampiran dengan isinya, jadi tidak harus sama kata awal barisnya seperti pada rarakitan.
    Contoh Paparikan:
    · Silih asih
    Leuleupeutan leuleumeungan,
    ngarah kékéjoanana.
    Deudeukeutan reureujeungan,
    ngarah téténjoanana.
    Meuncit meri dina rakit,
    Boboko wadah bakatul.
    Lain nyeri ku panyakit,
    Kabogoh direbut batur.
    Cau ambon dikorangan,
    Kanyéré ka pipir-pipir.
    Lalaki ambon sorangan,
    Awéwé teu mikir-mikir.
    Samping hideung dina bilik,
    Kumaha nuhurkeunana.
    Abdi mineung ka nu balik,
    Kumaha nuturkeunana.
    · Piwuruk
    Hayang pisan geura dahar,
    Ngan taya réncang sanguna.
    Hayang pisan jadi beunghar,
    Ngan kudu getol usahana.
    Ka kulah nyiar kapiting,
    Ngocok-ngocok bobodasna.
    Ulah sok liar ti peuting,
    Osok loba gogodana.
    Aya manuk dina pager,
    Na sukuna aya bola.
    Lamun urang hayang pinter,
    Kudu getol ka sakola.
    Baju kutud heureut pola,
    Dikelin teu dijalujur.
    Lamun téh cucud sakola,
    Arisin balik ka lembur.
    · Sésébréd
    Cau naon cau naon,
    Cau kulutuk di juru.
    Bau naon bau naon,
    Bau hitut nu di juru.
    Itu gunung ieu gunung,
    Diadukeun pakbeledug.
    Itu pundung ieu pundung,
    Marebutkeun mojang budug.
    Poé Saptu poé Kemis,
    Poé Kemis jeung Jumaah.
    Itu saha muril kumis,
    Kumisna panjang sabeulah.
    Daun hiris dibeungkeutan,
    Dibawa ka juru leuit.
    Anu geulis ngadeukeutan,
    Hayangen dibéré duit.
    3. Wawangsalan
    Salah satu aspek bahasa dan sastra Sunda yang juga melibatkan bahasa Sunda sebagai media adalah wawangsalan. Wawangsalan dalam bahasa Sunda merupakan susunan kata dalam bentuk teka-teki yang sama dengan wangsalan di dalam Kesusastraan Cirebon. Wawangsalan di dalam khasanah sastra Sunda termasuk di dalam salah satu dari bentuk sisindiran.
    Wawangsalan berbeda dari bentuk rarakitan dan paparikan. Wawangsalan (yang berbentuk teka-teki) pada umumnya terdiri dari dua larik. Larik pertama sebagai sampiran (teka-teki), dan larik kedua merupakan rujukan terhadap teka-teki larik pertama. Pada sebagian wawangsalan yang sudah sering digunakan oleh masyarakat penutur bahasa Sunda, larik kedua sekaligus juga merupakan arti dari larik pertama. Hanya dengan mengucapkan wawangsalan larik pertama saja, penutur bahasa Sunda dapat memahami isinya (membentuk idiom).
    Di dalam wawangsalan, selain menebak teka-teki yang disampaikan di larik pertama. Jawaban larik pertama tersebut akan memunculkan bermacam-macam jenis kata. Dapat berupa jenis nomina, verba, adjektiva, adverbial dsb. Rujukan jawaban teka-teki pertama tersebut, dapat mengungkapkan makna referensial wawangsalan larik pertama. Melalui kajian larik pertama wawangsalan dapat dianalisis kandungan makna idiomatik yang ada di dalam wawangsalan.
    Contoh Wawangsalan:
    -méga beureum surupna geus burit, ngalanglayung panas pipikiran. (layung)
    -cikur jangkung jahé konéng, naha teu palay tepung. (panglay)
    -sim abdi mah ngabeunying leutik, ari ras cimataan. (amis mata)
    -gedong tengah laut, ulah kapalang nyabéla. (kapal)
    -paripaos gunting pameulahan gambir, kacipta salamina. (kacip)

    DAFTAR PUSTAKA
    Gunardi, Gugun. 2011. Inferensi Dan Referensi Wawangsalan Bahasa Sunda. Jatinangor: Sastra Unpad Press.
    Paparikan. Melalui http://id.wikipedia.org/wiki/Paparikan.
    Wawangsalan. Melalui http://su.wikipedia.org/wiki/Wawangsalan

    SISINDIRAN


    wilujeng enjing (selamat pagi)

    bertemu kembali dengan BC, semoga semua nya dalam keadaan sehat wa alfiat, kali ini kami akan membagikan sisindiran bahasa sunda. 5 saja dulu ya, sisindiran ini sering kali saya dengar dari orang tua saya (admin C), orang tua saya sering kali menggunakan sisindiran, terkadang peribahasa sunda. nah coba liat aja langsung ya, semoga bermanfaat. aamiin
    wilujeng di aos nya :)
    1. Ka cai turun ka jambiCantigi katinggang batuMun nyai daek kakamidi pahugi kukolotok :-D:-D:-D
    2. Piring pisin diragaji colenak di kalapaanAbdi isin kuparajiBoga anak euweuh bapaan
    3. Boboko ayakan leutikSiki cabe diaurkeunBobogohan tileuleutikAri geus gede kabaturkeun
    4. Aya listrik di masigitCaangna kabina-binaAya istri jangkung alitGeulisna kabina-bina
    5. kaso pondok kaso panjangKaso ngaroyom kajalanSono mondok sono nganjangTeu sae ngobrol di jalan.
    salam BC

    hatur nuhun parantos sumping